Book Review : Tan Malaka: Bapak Republik yang dilupakan by Tim Tempo

Pengarang : Tim Tempo
Penerbit : Tim Tempo
Halaman : 192 Halaman
diterbitkan pada : September 2010
Format : Paperback (Toko Buku Gramedia)
Mulai Membaca : 12 Juli 2014
Selesai Membaca : 13 Juli 2014

Rating : 3,2 / 5 stars!











Sinopsis :
Ibrahim Datuk Tan Malaka ialah Bapak Bangsa yang memberikan konsep "Republik Indonesia" bagi Hindia-Belanda yang bakal merdeka. Namun, serdadu dari negeri yang ia bela pulalah yang membunuhnya di Selopanggung, Jawa Timur.

Buku ini berisi reportase Majalah Mingguan TEMPO mengenai Tan Malaka dari berbagai sisi, mulai pemikiran, petualangan ke berbagai negara, sampai asmara yang bertepuk-sebelah tangan.

Seri TEMPO Bapak Bangsa ini merupakan bagian seri-seri reportase TEMPO lain mengenai para pendiri Republik Indonesia.

Review :
"Ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya akan lebih keras daripada di atas bumi - Tan Malaka di buku Dari Penjara ke Penjara Jilid II, 1948

Siapa yang tidak kenal akan Tan Malaka. Seorang tokoh yang pernah memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) (meskipun dikatakan tidak akur dengan Aidit dan Musso). selain itu beliau menulis buku tentang gagasan konsep republik Indonesia yang berjudul Naar de Republiek Indonesia pada tahun 1925. Jauh sebelum adanya mohammad Hatta dan Bung Karno yang mereka berdua terinspirasi dari tulisan beliau.

Pejuang yang kesepian. Itu yang saya tangkap dari membaca kisahnya dibuku ini. Beliau meninggal di usia 52 tahun di tahun 1949. Setengah dari usia beliau dilewatkan di luar negeri: enam tahun belajar di negeri Belanda setelah lulus sekolah di Padang dan 20 tahun sisanya mengembara dalam pelarian politik mengelilingi hampir separuh dunia mulai dari amsterdam, rotterdam pada 1922, diteruskan ke Berlin, moskow, kanton, HOngkong, Manila, Shanghai, Tiongkok sebelum dia menyelundup ke Rangoon, Singapura, Penang dan kembali ke Indonesia dengan waktu sejak 1933 hingga 1942 dengan menetap terlama di Hongkong. Selama itu pula dia menggunakan 13 alamat rahasia dan sekurang-kurangnya tujuh nama samaran. kasian sungguh kasian dimana ia berjuang memikirkan republik ini namun seakan kurang tiada tanggapan yang berarti.

Sewaktu akan diadakannya penculikan Soekarno-Hatta oleh pemuda ke Rengasdengklok dan pengumuman proklamasi kemerdekaan di 17 AGustus 1945 Tan Malaka tidak diikutsertakan dimana itu adalah titik demokrasi indonesia yang pertama. Sempat juga Soekarno membuat testimen mengenai pemindahan pemerintahan apabila ada kondisi darurat yang berisikan apabila beliau dan Hatta tidak bisa melanjutkan pemerintahan akan diteruskan oleh Tan Malaka namun sayangnya pada akhirnya testimen itu dimusnahkan karena ditolak dari beberapa pihak

ada beberapa kata-katanya di buku ini yang saya anggap agak fenomenal dan membuat saya bertanya-tanya terutama yang kutipan beliau yang terakhir

"Orang tak akan berunding dengan maling di rumahnya - Tan Malaka Pidato di rapat pertama persatuan perjuangan ke-1 purwokerto tahun 1922

Hal inilah yang membuat perbedaan pandangan Tan malaka kepada Soekarno pada akhirnya. Ia kecewa tidak seharusnya mereka berunding. kemerdekaan yang dengan berunding akan menghasilkan kemerdekaan yang tidak 100%

"Ketika menghadap Tuhan saya seorang muslim, tapi manakala berhadapan dengan manusia saya bukan muslim - Tan Malaka pidato di Kongres komunis Internasional ke-4 di Moskow tahun 1922


Buku ini saya berikan 3,2 dari 5 bintang :)

0 comments:

Post a Comment