Book Review : Tan Malaka: Bapak Republik yang dilupakan by Tim Tempo

Pengarang : Tim Tempo
Penerbit : Tim Tempo
Halaman : 192 Halaman
diterbitkan pada : September 2010
Format : Paperback (Toko Buku Gramedia)
Mulai Membaca : 12 Juli 2014
Selesai Membaca : 13 Juli 2014

Rating : 3,2 / 5 stars!











Sinopsis :
Ibrahim Datuk Tan Malaka ialah Bapak Bangsa yang memberikan konsep "Republik Indonesia" bagi Hindia-Belanda yang bakal merdeka. Namun, serdadu dari negeri yang ia bela pulalah yang membunuhnya di Selopanggung, Jawa Timur.

Buku ini berisi reportase Majalah Mingguan TEMPO mengenai Tan Malaka dari berbagai sisi, mulai pemikiran, petualangan ke berbagai negara, sampai asmara yang bertepuk-sebelah tangan.

Seri TEMPO Bapak Bangsa ini merupakan bagian seri-seri reportase TEMPO lain mengenai para pendiri Republik Indonesia.

Review :
"Ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya akan lebih keras daripada di atas bumi - Tan Malaka di buku Dari Penjara ke Penjara Jilid II, 1948

Siapa yang tidak kenal akan Tan Malaka. Seorang tokoh yang pernah memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) (meskipun dikatakan tidak akur dengan Aidit dan Musso). selain itu beliau menulis buku tentang gagasan konsep republik Indonesia yang berjudul Naar de Republiek Indonesia pada tahun 1925. Jauh sebelum adanya mohammad Hatta dan Bung Karno yang mereka berdua terinspirasi dari tulisan beliau.

Pejuang yang kesepian. Itu yang saya tangkap dari membaca kisahnya dibuku ini. Beliau meninggal di usia 52 tahun di tahun 1949. Setengah dari usia beliau dilewatkan di luar negeri: enam tahun belajar di negeri Belanda setelah lulus sekolah di Padang dan 20 tahun sisanya mengembara dalam pelarian politik mengelilingi hampir separuh dunia mulai dari amsterdam, rotterdam pada 1922, diteruskan ke Berlin, moskow, kanton, HOngkong, Manila, Shanghai, Tiongkok sebelum dia menyelundup ke Rangoon, Singapura, Penang dan kembali ke Indonesia dengan waktu sejak 1933 hingga 1942 dengan menetap terlama di Hongkong. Selama itu pula dia menggunakan 13 alamat rahasia dan sekurang-kurangnya tujuh nama samaran. kasian sungguh kasian dimana ia berjuang memikirkan republik ini namun seakan kurang tiada tanggapan yang berarti.

Sewaktu akan diadakannya penculikan Soekarno-Hatta oleh pemuda ke Rengasdengklok dan pengumuman proklamasi kemerdekaan di 17 AGustus 1945 Tan Malaka tidak diikutsertakan dimana itu adalah titik demokrasi indonesia yang pertama. Sempat juga Soekarno membuat testimen mengenai pemindahan pemerintahan apabila ada kondisi darurat yang berisikan apabila beliau dan Hatta tidak bisa melanjutkan pemerintahan akan diteruskan oleh Tan Malaka namun sayangnya pada akhirnya testimen itu dimusnahkan karena ditolak dari beberapa pihak

ada beberapa kata-katanya di buku ini yang saya anggap agak fenomenal dan membuat saya bertanya-tanya terutama yang kutipan beliau yang terakhir

"Orang tak akan berunding dengan maling di rumahnya - Tan Malaka Pidato di rapat pertama persatuan perjuangan ke-1 purwokerto tahun 1922

Hal inilah yang membuat perbedaan pandangan Tan malaka kepada Soekarno pada akhirnya. Ia kecewa tidak seharusnya mereka berunding. kemerdekaan yang dengan berunding akan menghasilkan kemerdekaan yang tidak 100%

"Ketika menghadap Tuhan saya seorang muslim, tapi manakala berhadapan dengan manusia saya bukan muslim - Tan Malaka pidato di Kongres komunis Internasional ke-4 di Moskow tahun 1922


Buku ini saya berikan 3,2 dari 5 bintang :)

Book Review : Momoye: mereka memanggilku by Eka Hindra

Pengarang : Eka Hindra - Koichi Kimura
Penerbit : Esensi
Halaman : 314 Halaman
diterbitkan pada : 2007
Format : Paperback 
Mulai Membaca : 10 Juli 2014
Selesai Membaca : 12 Juli 2014
Rating : 3,2 / 5 stars!











Sinopsis :
Momoye adalah salah satu potret buram seorang perempuan dari Yogyakarta yang dipaksa menjadi "rangsum jepang" pada masa pendudukan Jepang di Indonesia th 1942. Mardiyem, demikian namanya kecilnya, harus menanggung derita panjang selama menjadi Jugun Ianfu di Asrama tentara Jepang, Telawang Kalimantan Selatan. Ia disiksa, dianiaya, dipaksa melayani nafsu seks tentara Jepang pada umur yang masih sangat muda 13 th, bersama 24 orang perempuan lainnya, yang berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa

Review :
kita berhutang kepada rahim-rahim mereka yang telah berani dan tabah menjalani kehidupan yang teramat perih. Eka Hindra

Buku ini mengisahkan perjuangan Ibu Mardiyem yang merupakan salah satu korban budak seks militer Jepang atau yang disebut Jugun Ianfu di Indonesia tahun 1942-1945. Buku ini menceritakan awal mula dan pembeberan perbuatan-perbuatan tidak layak dari tentara jepang di jaman kaisar Hirohito.. Saya sangat salut dengan perjuangan ibu Mardiyem yang berani mengangkat topik yang merupakan luka lamanya ke hadapan publik

Mardiyem lahir sebagai anak seorang abdi dalem Pekatik bangsawan Yogyakarta yang bernama Kanjeng Raden Tumenggung Suryotaruno pada 7 Februari 1929. Ayahnya bernama Irodjoyo dan mereka terlahir sebagai empat bersaudara. kakak-kakaknya bernama Jainem, Kardiyem, Ngatini dan barulah Mardiyem sebagai anak bungsu. Ibu mereka meninggal ketika Mardiyem berusia 3 bulan. Perbedaan usia yang sangat jauh dengan ketiga mbakyunya membuat Mardiyem lebih dekat kepada ayahnya ketimbang kakak2 perempuannya

Pada tahun 1939, Ayah Mardiyem meninggal di usia 60 tahun dan ia tidak mungkin tinggal dengan kakak2nya yang untuk hidup saja sudah sulit sehingga menumpang-numpang tinggal dengan orang lain dan akhirnya pada suatu hari ada rombongan orkes yang menarik hatinya. Mardiyem mencoba mengatakan keinginannya kepada Zus Lentji dan memutuskan akan menjadi penyanyi di Borneo. DI borneo tepatnya di Kota Telawanglah perjalanan hidup Mardiyem yang menyakitkan dimulai..

"Aku diberi nama Momoye dan menempati kamar nomor 11. Sejak saat itu semua orang memanggilku dengan nama itu. Nama Mardiyem telah hilang di Telawang - Mardiyem

Saya tidak tega meneruskan cerita review saya.. Betapa tragis dan kejamnya nasib Momoye di Asrama Kota Telawang.. Sesampai disana ternyata sudah ada rumah bordil yang akan berisi 21 orang wanita yang akan dijadikan budak seks tentara militer jepang.. Momoye yang masih berusia 13 tahun dan belum mendapat datang bulan dipaksa melayani nafsu bejat tentara2 jepang sebanyak 10-15 orang setiap harinya! Sempat hamil namun di usia kandungan 5 bulan disuruh digugurkan paksa hingga akhirnya ibu Mardiyem yang setelah Jepang pergi dari Indonesia menikah dengan pria Indonesia bernama Amat Mingun hanya sanggup melahirkan satu anak laki-laki bernama Mardiyono namun setelah itu kandungannya telah rusak berat akibat perbuatannya di masa lalu..

Masa lalu sebagai penghuni asrama Telawang membuat aku trauma dengan laki-laki. Aku sama sekali tidak menginginkan seks lagi. Rasa itu telah mati - Mardiyem

Masyarakat masih mencap kami sebagai pelacur dan perempuan nakal, meskipun peristiwa itu telah terjadi puluhan tahun yang lalu. Penderitaan fisik masih aku rasakan sampai sekarang. Tulang punggungku remuk, kaki kiriku mengecil dan di kepalaku ada gumpalan darah.. Mardiyem

Saya membaca Ibu Mardiyem menuntut tiga hal ini kepada pemerintah jepang ketika melakukan kesaksian di Jepang :
1. Pemerintah Jepang harus mengakui bersalah dan meminta maaf kepada setiap Jugun Ianfu
2. Pemerintah jepang memulihkan denganjalan melakukan rehabilitasi nama baik setiap Jugun Ianfu dan menyebarluaskan masalah Jugun Ianfu kepada generasi muda melalui kurikulum pendidikan sejarah di Jepang
3. Memberikan uang kompensasi sebagai korban perang kepada setiap Jugun Ianfu

dan yang berhasil ditanggapi nomor 1 dan nomor 3 (meski tidak seberapa).. saya angkat topi atas perjuangan Ibu Mardiyem membela haknya yang pernah ditindas dengan tidak layak! Buku ini saya berikan 3,9 dari 5 bintang!

Book Review : Mawar Jepang by Rei Kimura

Pengarang : Rei Kimura
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 294 Halaman
diterbitkan pada : 30 Juni 2011
Format : Paperback 
Mulai Membaca : 06 Juli 2014
Selesai Membaca : 09 Juli 2014
Rating : 3,8 / 5 stars!










Sinopsis :
Mawar Jepang adalah novel yang terinspirasi dari satu keping sejarah perang kontroversial Jepang. Satu simpul sejarah yang dibungkam selama sekian dekade dan tak pernah benar-benar diakui atau diterima kebenarannya. Hingga suatu ketika seorang jurnalis dari NHK menemukan kejanggalan arsip di salah satu kamp bekas perang; fakta atas keberadaan pilot perempuan kamikaze di Jepang. Dengan bantuan seorang sejarawan andal, penyelidikan itu mengarah pada satu nama, Rika Kobayashi alias Sayuri Miyamoto.

Kisah Sayuri bermula setelah Jepang berhasil menghancurkan Pearl Harbor. Amerika dan sekutunya balas menyerang dengan ganas dan mengobarkan perang semakin luas. Pemerintah Jepang lalu memberlakukan wajib militer bagi setiap tiap laki-laki dewasa. Di satu sisi adalah kehormatan untuk dapat membela tanah air. Di sisi lain, perang telah membawa para laki-laki dan memecah belah keluarga. Setiap keluarga wajib mengorbankan putra, suami, dan ayah mereka bagi kaisar dan bangsa.

Berawal dari kepergian Hiro, adik laki-lakinya, Sayuri memutuskan untuk terlibat dalam perang yang semakin melemahkan posisi Jepang. Ia menjadi perawat bersama sahabatnya di salah satu rumah sakit di Tokyo. Keberingasan perang pun menelan korban semakin banyak, termasuk adik dan sahabatnya. Terbalut dalam amarah dan dendam yang luar biasa, Sayuri bersumpah untuk membalas kematian orang-orang yang dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze. Dengan segala upaya, ia pun menyamar menjadi laki-laki dan berhasil mewujudkan keinginan itu. Pada hari Sayuri akan menabrakkan pesawatnya ke target musuh, sesuatu terjadi dan mengubah garis nasibnya.

Review :
Novel ini adalah novel kedua Rei Kimura yang saya baca setelah sebelumnya membaca Catatan Ichiyo: Perempuan Miskin di Lembar Uang Jepang yang saya berikan 3,2 dari 5 bintang. Cerita ini lebih memikat saya dibandingkan cerita sebelumnya. agak tragis jika membayangkan nasib wanita yang menjadi pilot pesawat tempur kamikaze jepang ini.. meskipun buku ini adalah novel fiksi

Alkisah hiduplah Keluarga Miyamoto yang terdiri dari empat orang yaitu sayuri, Hiro adiknya, Michio serta Tomi yang merupakan ayah dan ibu Mereka. Mereka keluarga yang hidup tenang dan damai jauh dari kehirukpikukan kota Tokyo. Namun di tahun 1941, Terdengar kabar militer Jepang berhasil menggempur Pangkalan Amerika yang bernama Pearl Harbour di Hawaii dan jepang membutuhkan lelaki-lelaki jepang untuk ikut bertempur.. Datanglah akhirnya beberapa minggu kemudian Surat perintah militer kepada Hiro Adiknya Sayuri dan Juga kepada Yukio, Tunangan dari Reiko. Reiko adalah sahabat yang selalu bersama-sama dengan Sayuri sejak kecil

Sayuri dan Reiko tidak bisa tinggal diam akhirnya mereka demi menemukan Hiro dan Yukio nekat pergi ke Tokyo sebagai perawat yang tidak terlatih. Betapa teriris2nya hati mereka melihat setiap hari harus merawat dan menjahit tubuh tentara yang terluka. Mereka hanya bisa berharap bahwa Adik dan tunangan mereka selamat tidak kurang satupun. Namun semua itu hanyalah keinginan semata, Yukio tewas dengan wajah yang hampir rusak dan Hiro adik Sayuri meninggal tenggelam di kapal Hino Maru yang akan diberangkatkan ke Singapura. Bahkan Reikopun meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini

Sayuri marah dan benci terhadap dirinya dan kematian orang-orang yang ia sayangi. Ia bertekad untuk membalas dendam kepada musuh-musuh jepang dan ia nekat mendaftarkan diri menjadi pilot pesawat tempur jepang Kamikaze dengan nama samaran adiknya Hiro Miyamoto.. Ia berhasil mengelabui semua orang kalau dia adalah wanita.. yah dia memilih hidup dan menahan diri sebagai laki-laki. Namun apa daya kedoknya terbuka dan hatinya jatuh cinta pada seornag pemuda yang bernama Takushi Yamashita..
Akankah Sayuri berhasil melaksanakan misinya? apakah Sayuri mendapatkan cintanya?

Overall, saya suka sama cerita di novel ini.. endingnya cukup tragis menurut saya.. nanti kalo saya ceritakan gak seru hehe. intinya meskipun Pilot kamikaze selamat dari maut tetap mereka akan mendapat konsekuensi yang dianggap jepang sebagai perbuatan memalukan.. cerita ini juga lebih dalam dari catatan ichiyo dan konflik batin si Sayuri lebih mengena ke saya.. saya bertanya-tanya kenapa Rei Kimura mengangkat tema ini? tapi emang sih tema novel ini kalo saya lihat-lihat seperti film Disney Mulan yang menyamar jadi pria demi membela kehormatan keluarganya..

baiklah saya berikan 3,8 dari 5 bintang untuk novel ini! :)

Book Review: Membela Martabat Diri dan Indonesia: Koperasi Restoran Indonesia di Paris by J.J Kusni

Judul : Membela Martabat Diri dan Indonesia: Koperasi Restoran Indonesia di Paris
Nama Pengarang : J.J Kusni
Penerbit : Ombak
Halaman : 275 Halaman
Diterbitkan pada : Juni 2005
Format : Paperback
Mulai membaca : 05 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 4,5 / 5 stars! 










Sinopsis:
Buku ini adalah sebuah kisah bagaimana para 'kelabayan' mendirikan Koperasi Restoran Indonesia di Paris. Membela Martabat Diri dan Indonesia merupakan pondasi-spirit utama pendirian Koperasi ini dengan ide sebagai mediumnya.

Review :
Buku non fiksi ini menceritakan kisah orang-orang Indonesia di Paris yang disebabkan karena persoalan politik tidak diperkenankan untuk pulang Ke Indonesia. Kasarannya orang-orang yang menolak lahirnya pembentukan orde Baru jaman Soeharto. Mereka akhirnya mencari suaka politik di negara Menara EIffel tersebut.

Pada 14 Desember 1982, Orang-orang tersebut memutuskan untuk membuka restoran Indonesia pertama dan satu-satunya di 12 Rue Vaugirard, 75006 Paris dengan bentuk badan hukum koperasi yang pengurusnya berisikan empat orang perancis, empat orang Indonesia dan satu orang Malaysia. Buku ini berisi tentang 22 buah surat dari JJ Kusni kepada Kang Saikul dan Kang luthfi yang memuat tentang sepak terjang, suka duka membuka restoran indonesia ini..

Saya sangat kagum dengan usaha teman2 yang membuka usaha restoran Indonesia ini.. Mulai dari susahnya mencari tempat lokasi yang ternyata berhasil mendapat dari keluarga india yang membuka restoran Madras. Pembagian shift dalam pengaturan ulang ruangan, permasalahan siapa yang menjadi juru masak, ketika mendapat teror telepon bertubi-tubi, Selama setahun tidur bersama di kursi dan meja restoran, kurangnya dukungan dari KBRI perancis saat itu.. Banyak sekali permasalahan yang mereka hadapi namun berhasil survive hingga saat ini..

ada beberapa kutipan di buku ini yang menggugah perasaan saya..

Aku merasa restoran ini mempunyai misi kedutaan atau perwakilan Indonesia di negeri di mana kami berada. aku sama sekali tidak memikirkan bagaimana sikap pihak kekuasaan kepada kami, juga tidak menghiraukan apakah kami anak bangsa yang dihalau dan terusir atau tidak. sebab kupikir keindonesiaan anak negeri dan bangsa indonesia tidaklah menjadi monopoli pemegang kekuasaan politik pada suatu saat. Indonesia adalah milik bersama dan Tanah Air semua putra-putri Indonesia. Anak2 negeri dan bangsa boleh bersaing memperlihatkan keindonesiaan dan kecintaan mereka kepada bangsa dan Tanah Air, bukan bersaing untuk saling menghujat, membenci, mengusir, dan membunuh atau merebut monopoli menguasai Indonesia. inilah yang kusebut konsep Indonesianisme dan bukan Indonesiasisasi.. Halaman 40

Jika negeri ini memang demokratis dan tahu arti toleransi serta Bhinneka Tunggal Ika? Indonesia bukan monopoli suatu aliran, partai atau kelompok manapun! aku lagi-lagi jadi teringat akan nasehat almarhum Ayahku..belajarlah jadi dewasa nak! agaknya indonesia sulit dan belum jadi dewasa. Padahal Indonesia adalah suatu konsep agung dan mengandung nilai universal dilihat dari usaha bersatu dalam keragaman.. halaman 43

"Ya, Indonesia, kata ini selalu memberiku motivasi dan tenaga cinta kepada tanah air, kepada mimpi adalah sumber kekuatan. Lalu jika demikian apakah cinta Indonesia adalah suatu monopoli kekuasaan atau orang-orang di atas angin? mengapa anak Indonesia dilarang mencintai indonesia? pertanyaan ini aku alamatkan kepada pihak kekuasaan dan kepada semua yang merasa diri Indonesia dan punya keindonesiaan. Bagiku penindasan, kungkungan dan segala ancaman tidak mengharuskan aku turut menghancurkan tanah air dan bangsa, tapi menjadi tantangan untuk kian mencintai dan membelanya.." halaman 94

Di restoran Indonesia juga banyak kesan-kesan pengunjung yang rata-rata sastrawan dan tokoh2 Indonesia yang terkenal di saat itu :

"Saya datang, saya lihat, saya makan.. oleh WS Rendra (halaman 175)

"senang makan disini, bebas merokok, hidangan mantap dan suasana ramah. Bahwa restoran ini diselenggarakan oleh orang-orang Indonesia pelariah menterjemahkan kenyataan bahwa masih ada orang Indonesia yang bisa bertahan di luar negeri dengan mandir suatu contoh untuk orang2 indonesia lainnya.. Bahwa orang2 penting menjadi langganan restoran ini tak lain dari penghargaan terhadap usaha yang ulet dan pendekatan manusiawi antara sesama.. oleh Pramoedya Ananta Toer (halaman 177)

"Rasanya tidak seperti di paris, seperti dirumah sendiri oleh Ny. S Nuriah Abdurrahman Wahid (Halaman 178)

"Terima kasih atas kontribusi konkret dalam memperkenalkan Indonesia di Paris. Restoran Indonesia benar-benar DUTA BANGSA oleh Ibu Yuli Mumpuni, Atase Pers KBRI Paris (halaman 179) *ada nama bosnya ibu sayaa weww =___=a


Saya sampai bingung ingin mereview apa lagi.. buku ini baguss dan paket komplit buat saya.. oh iya.. tampaknya Leila S Chudori terinspirasi novel Pulangnya sama buku ini kali ya.. sama2 ceritanya tentang orang eks-tapol yang membuka restoran indonesia di paris.. cuma bedanya yang "PULANG" kan fiksi.. klo buku ini non fiksi.. didalamnya ada foto-foto dokumentasinya loh mulai pengurus koperasinya siapa aja, foto makanan yang dijual hingga menu-menunya.. buku ini saya berikan 4,5 dari 5 bintang! *___*

Book Review: Entrok by Okky Madasari

Judul : Entrok
Nama Pengarang : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 282 Halaman
Diterbitkan pada : 05 April 2010
Format : Paperback
Mulai membaca : 06 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 3,9 / 5 stars! 










Sinopsis :
Marni, perempuan Jawa buta huruf yang masih memuja leluhur. Melalui sesajen dia menemukan dewa-dewanya, memanjatkan harapannya. Tak pernah dia mengenal Tuhan yang datang dari negeri nun jauh di sana. Dengan caranya sendiri dia mempertahankan hidup. Menukar keringat dengan sepeser demi sepeser uang. Adakah yang salah selama dia tidak mencuri, menipu, atau membunuh?

Rahayu, anak Marni. Generasi baru yang dibentuk oleh sekolah dan berbagai kemudahan hidup. Pemeluk agama Tuhan yang taat. Penjunjung akal sehat. Berdiri tegak melawan leluhur, sekalipun ibu kandungnya sendiri.

Adakah yang salah jika mereka berbeda?

Marni dan Rahayu, dua orang yang terikat darah namun menjadi orang asing bagi satu sama lain selama bertahun-tahun. Bagi Marni, Rahayu adalah manusia tak punya jiwa. Bagi Rahayu, Marni adalah pendosa. Keduanya hidup dalam pemikiran masing-masing tanpa pernah ada titik temu.

Lalu bunyi sepatu-sepatu tinggi itu, yang senantiasa mengganggu dan merusak jiwa. Mereka menjadi penguasa masa, yang memainkan kuasa sesuai keinginan. Mengubah warna langit dan sawah menjadi merah, mengubah darah menjadi kuning. Senapan teracung di mana-mana.

Marni dan Rahayu, dua generasi yang tak pernah bisa mengerti, akhirnya menyadari ada satu titik singgung dalam hidup mereka. Keduanya sama-sama menjadi korban orang-orang yang punya kuasa, sama-sama melawan senjata.

Review :
Entrok. satu kata itu membuat saya bertanya-tanya sebelumnya. itu apaan ya? dan sempet hampir tertipu dengan covernya yang sempet saya kira chicklit yang tipe2 sophie kinsella.. ternyataa oh ternyataa.. Entrok adalah Kutang atau BH kalo kita perempuan menyebutnya.

Alkisah hiduplah Marni yang dimasa kecilnya hidup bersama simboknya setiap hari bekerja sebagai tukang mengupas singkong di Rumah Nyai Dimah. Ketika Marni mulai beranjak dewasa dan dirasanya dadanya sudah mulai tumbuh ia merengek-rengek meminta untuk dibelikan Entrok ke simboknya. Memang mereka miskin untuk hidup sehari-hari sudah sangatlah susah. Marni akhirnya berinisiatif untuk menjadi kuli dipasar demi mendapatkan sekeping uang yang akan dibelikan untuk Entrok berwarna warni. Dalam perjalanannya terdapat pemuda bernama Suteja yang naksir akan Marni.. mereka pun melangsungkan pernikahan ala kadarnya dan hidup sebagai suami istri..

selesai ceritanya? tentu sajaa tidakk.. selama perjalanan hidup Marni dia mulai menyambung hidup dari berdagang panci hingga akhirnya menjadi rentenir di kampungnya. Marni dan Suteja memiliki seorang anak perempuan yang bernama Rahayu. Disinilah saya mulai menyadari bahwa titik cerita ini ada dua sisi yaitu bagaimana kehidupan Marni dan bagaimana kisah Rahayu itu sendiri.

Sebagaimana bumbu-bumbu konflik di novel ini sangat terlihat sekali dari tahun2 yang mengawali setiap halaman. Dimana saat itu ketika untuk pemilihan umum hanya ada tiga partai terkuat yaitu si kuning, si merah dan si hijau.. Dimana penduduk secara halus dan paksa disuru memilih si pohon beringin atau menyumbang donasi sana sini yang tiada jelas untuk apa.. dimana kita kehilangan kebebasan untuk berpendapat, melakukan segala sesuatu yang kita sukai. *masih geleng2 saya pas baca gak nyerahin sepetak sawah ditangkap, memberi uang untuk latihan tarian naga dikirain anggota atau simpatisan PKI.. saya kesal sekali pas tentara yang harus mengayomi rakyat malah menjadikan rakyat kampung sebagai kambing hitam. huhh.. semakin yakin saya tidak akan mau memilih calon yg bisa memungkinkan kisah ini dan ladang hitam di pulau dewata terulang kedua kalinya dimasa depan *curcolan

saya membaca kisah-kisah lainnya yang bagaimana nasib dari seorang yang memiliki KTP bertandakan "ET" atau Eks Tahanan Politik diperlakukan bagaimana buruknya di negeri kita ini. Mulai dari tidak memiliki hak pilih, tidak bisa bekerja dengan layak, setelah bebas harus lapor setiap 1, 3, 6 bulan dan 12 bulan sekali, harus berpindah-pindah tempat tinggal, harus menyembunyikan nama asli, hingga mendapat diskriminasi lainnya.. mungkin cerita tentang Gerwani kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan by Amurwani Dwi Lestariningsih bisa dijadikan referensi. Katanya di jamaan Gus Dur KTP yang bertandakan ET sudah dihapuskan sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dengan WNI lainnya namun tampaknya masih ada sistem di pemerintah yang menandai bahwa orang ybs adalah ET meski tidak tampak di KTP.

DI satu sisi saya tergelitik dengan kisah ritual-ritual yang sering dilakukan oleh Marni. Pemujaan kepada inilah, nasi berkat untuk ini, selametan untuk itulah.. yang sebenarnya kita masih lakukan sehari-hari. seperti ketika ada yang meninggal dunia dilakukanlah tahlilan 7 harian, 40 harian, 100 harian bahkan ada 1000 harian yang sebenarnya diajaran agama islam juga gak ada.


Overall, saya suka tema yang diangkat oleh mbak Okky Madasari ini. Novel ini paling saya sukai. baru keduanya 86 dan yang terakhir pasung jiwa.. 3,9 dari 5 bintang! :)

Book Review: Ladang Hitam di Pulau Dewa: Pembantaian Massal di Bali 1965

Pengarang : I Ngurah Suryawan
Penerbit : Galang Press
Halaman : 264 Halaman
diterbitkan pada : 2007
Format : Paperback 
Mulai Membaca : 06 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 4,3 / 5 stars!










Sinopsis :
Pembantaian massal pasca G30S 1965, merupakan sejarah buruk yang terjadi di negeri ini. Ratusan ribu jiwa manusia yang di-PKI-kan melayang tanpa memperoleh keadilan. Tragedi ini sungguh merupakan kisah kelam, bukan hanya bagi para korban, tetapi juga bangsa Indonesia.

Buku ini merekam beragam kisah pedih yang terjadi di Bali, salah satu wilayah dimana pembantaian massal tersebut terjadi. Penulis tidak sekadar membongkar konstruksi historis mengenai budaya masyarakat Balu yang dikenal harmoni. Lebih dari itu, ia juga merekam pengalaman dan kesaksian dari para saksi sejarah dan survivor yang selama ini bungkam, karena tidak diberi ruang oleh kekuasaan rezim Orde Baru.

Dengan perspektif studi antropologi kekerasan, buku ini membongkar mitos tentang kekerasan yang terjadi di Bali pada 1965 tersebut sebagai proses alamiah, argumentasi keseimbangan alam, dan mitologi letusan gunung Agung yang meminta korban. Mitos-mitos tersebut tak lebih dari sebuah rekayasa yang sengaja diciptakan oleh para penguasa saat itu.

Review :
Biadap dan kejam! betapa nyawa manusia hanya dianggap seonggok daging! itu kata-kata yang terlintas di pikiran saya ketika selesai membaca buku ini. Frustasi, kesal, marah dan sedih dengan salah satu peristiwa Holocaust yang terjadi Bali pada tahun 1956-1966. Salah satu peristiwa Holocaust tersebut memakan 80.000 hingga 100.000 korban jiwa yang dianggap simpatisan/kader dari PKI.

Betapa kita dijejalkan dengan pemahaman dimana PKI adalah harus diberantas sampai tuntas ke akar2nya sejak penontonan rutin setiap tahunnya film "pengkhianatan G 30 SPKI" yang herannya saya jadi malah penasaran kenapa buku-buku sejarah mengenai peristiwa itu seakan-akan dijaga ketat dan baru akhir2 ini saja ada buku2 penuturan tentang korban dari kisah G 30 SPKI yang menjadi sudut pandang sebagai korban.

Penulis mencoba menelusuri jejak peristiwa kelam yang pernah terjadi di pulau dewata itu.. ada beberapa hal yang membuat saya bergidik ngeri ketika membaca buku ini.. ketika disini dijelaskan adanya pertentangan ideologi politik antara PNI dan PKI yang sangat marak saat itu. soekarno yang mulai condong ke arah kebijakan sosialis dan PKI dianggap berbahaya mulai ditumpas dengan kejamnya di sini.

Cerita dimulai dari pada awal tahun 1950an, Golongan elite di Bali di Bali menyalurkan kekuatan politiknya untuk mendukung PNI dan PSI.. pada tahun 1958 ketika Bali menjadi Provinsi jabatan Gubernur diduduki oleh I Nyoman Mantik dimana yang seorang anggota PNI. PSI atau Partai Sosialis Indonesia dibubarkan pada tahun 1959 harus dibubarkan karena konsekuensi adanya pemberontakan2 di Sumatra dan Sulawesi.. akhir tahun 1950an situasi ekonomi di Bali memburuk. Harga beras dan kebutuhan lainnya mencekik penduduk dan tahun 1963 Gunung Agung meletus. gunung meletus ini dianggap membawa petaka buruk akan terjadi di Bumi Bali. anggota dan simpatisan PKI dikambing hitamkan sebagai sumber masalah terjadinya kelaparan dan bencana karena itulah pembantaian massal sah saja dilakukan untuk membasmi kesialan tersebut

banyak yang membuat bulu kuduk saya merinding ketika membaca semakin dalam buku ini.. seperti yang diceritakan oleh Pak I Ngurah Suryawan.. hari-hari pembantaian massal PKI berpusat di Jembrana.. salah satunya ada yang di sebut di Desa Tegalbadeng.. berikut penuturan survivor Bapak Ketut Reden pada 12 Januari 2005

"Saya melihat sendiri pembunuhan2 berlangsung terus di Jembrana, sampai di stop oleh tentara. Mayat2 yang bergelimpangan di jalan di buang ke sungai oleh tentara. Waktu pembunuhan dilakukan sipil, saya dengar satu orang mendapat jatah 10 orang untuk dibunuh. Saya lihat ada satu orang yang membunuh dengan memejamkan mata karena harus menebas dengan pedang saudaranya sendiri.." halaman 123

selain itu ada lokasi Pantai Candikusuma yang menjadi tempat pembunuhan orang-orang PKI dan pembuangan Mayat dari pembantaian di Toko Wong dan mertasari.. menurut kesaksian Pak Dewa Putu dulu para tentara menghujamkan senjatanya untuk menewaskan beratus manusia Bali yang dianggap anggota dan simpatisan PKI yang jatuh bertumbangan di bibir pantai.. dahulu jika air laut surut banyak muncul tengkorak-tengkorak manusia yang berasal dari kejadian G 30SPKI dulu

Selain itu menurut penuturan Bapak Mangku Nata di balai Desa Baluk itu pernah 300 orang tewas dibantai oleh milisi sipil dan tentara
"Tiang dulu ingat dan menyaksikan sendiri saat menyeret-nyeret mayat2 yang harus dikubur di lubang2 sumur penduduk. Kepala orang disandarkan dan dpegang, kemudian dipenggal dengan Klewang".. halaman 139 *Fyi, Saat ini Baluk Rening menjadi salah satu objek wisata di Bali *asli ini mistis

Kenapa hanya di Tegalbadeng di Jembrana yang terjadi Pembunuhan massal? karena saat itu Basis PKI dengan massanya yang besar ada di desa dan kabupaten ini sehingga penumpasan besar-besaran banyak dilakukan di sini T.T

Salah satu lokasi lainnya yang dijadikan tempat pembantaian PKI di Tegalbadeng adalah TOKO WONG. Menurut penuturan Bapak Ketut Reden dulu rumahnya berdekatan dengan Toko wong. Ia tahu persis bagaimana toko itu dari mulai pagi hingga dini hari sangat gaduh dengan suara jeritan manusia, deru truk dan tembakan tang berulang-ulang. Ketut Reden memanjati pojon untuk melihat dari atas bagaimana pembantaian dilakukan di toko tersebut..

"Ada satu ruangan di toko itu darahnya sampai menyentuh tumit.. didalam toko tersebut ada banyak ruangan yang dulunga dipakai untuk menyekap kurang lebih 200an anggota dan simpatisan PKI yang akan dibunuh. Satu ruangan berjumlah 50an orang inilah yang ditembak, didrel oleh tentara hingga darahnya mengucur dan dan mengenai seluruh ruangan.. tinggi darah dari penembakan itulah mencapai seukuran tumit".. halaman 158

Masih ada lagi Desa Merta Sari yang menjadi saksi pembunuhan berdarah ini dimana disamping dikubur di sumur2 penduduk, beberapa mayat korban pembantaian dibuang ek Sungai Ijogading yang membelah kota Negara dan Desa Loloan.. Di dusun Krajan, Desa Melaya Kabupaten Jembrana disebut sebagai tempat "Lubang Buayanya Bali" tidak ada diorama atau monumen di tempat ini hanya ada cerita bahwa tertanam 50 mayat manusia merah Bali.. Didepan ladang ini ada juga rumah yang konon katanya angker

"Dulu ada orang menjerit-jerit di ladang ini. Ada juga yang melihat sepeda berjalan sendiri. Tempat ini memang angker, ceritanya dulu sumur ini tempat ditanamnya anggota PKI saat Gestok. Makanya sekarang ada tempat pemujaan di sini.. Kadek Artana 2 April 2005" Halaman 209

saya sangat speechless membaca buku ini sampai akhir.. penulis berhasil membawa saya seperti saya berada di jaman ketika anggota PKI dan simpatisannya diberantas habis dimana sejarah tersebut membuat hati saya teriris. saya berikan buku ini 4,3 dari 5 bintang!

"Apapun cara untuk melenyapkan kuburan massal dan sejarah pembantaian manusia, sejarah kekerasan politik hanya meninggalkan tangis, penyesalan dan ingatan yang tidak mungkin terlupakan. Jejak2 ingatan tidak akan pernah dihapus dengan kemegahan2 baru hotel2 dan bungalow ataupun ritual2 dan perayaan. Ingatan dan jejak tetaplah sebuah bekas yang tidak akan pernah hilang dalam kehidupan. Jika kita membayangkan bagaimana peristiwa kekerasan itu terjadi di sebuah bangsa, kita akan tertegun dan tertunduk lesu, manusia yang dikatakan beradab telah menunjukkan kebiadabannya - I Ngurah Suryawan" Halaman 240