Pengarang : I Ngurah Suryawan
Penerbit : Galang Press
Halaman : 264 Halaman
diterbitkan pada : 2007
Format : Paperback
Mulai Membaca : 06 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 4,3 / 5 stars!
Sinopsis :
Pembantaian massal pasca G30S 1965, merupakan sejarah buruk
yang terjadi di negeri ini. Ratusan ribu jiwa manusia yang di-PKI-kan melayang
tanpa memperoleh keadilan. Tragedi ini sungguh merupakan kisah kelam, bukan
hanya bagi para korban, tetapi juga bangsa Indonesia.
Buku ini merekam beragam kisah pedih yang terjadi di Bali,
salah satu wilayah dimana pembantaian massal tersebut terjadi. Penulis tidak
sekadar membongkar konstruksi historis mengenai budaya masyarakat Balu yang
dikenal harmoni. Lebih dari itu, ia juga merekam pengalaman dan kesaksian dari
para saksi sejarah dan survivor yang selama ini bungkam, karena tidak diberi
ruang oleh kekuasaan rezim Orde Baru.
Dengan perspektif studi antropologi kekerasan, buku ini
membongkar mitos tentang kekerasan yang terjadi di Bali pada 1965 tersebut
sebagai proses alamiah, argumentasi keseimbangan alam, dan mitologi letusan
gunung Agung yang meminta korban. Mitos-mitos tersebut tak lebih dari sebuah
rekayasa yang sengaja diciptakan oleh para penguasa saat itu.
Review :
Biadap dan kejam! betapa nyawa manusia hanya dianggap
seonggok daging! itu kata-kata yang terlintas di pikiran saya ketika selesai
membaca buku ini. Frustasi, kesal, marah dan sedih dengan salah satu peristiwa
Holocaust yang terjadi Bali pada tahun 1956-1966. Salah satu peristiwa
Holocaust tersebut memakan 80.000 hingga 100.000 korban jiwa yang dianggap
simpatisan/kader dari PKI.
Betapa kita dijejalkan dengan pemahaman dimana PKI adalah
harus diberantas sampai tuntas ke akar2nya sejak penontonan rutin setiap
tahunnya film "pengkhianatan G 30 SPKI" yang herannya saya jadi malah
penasaran kenapa buku-buku sejarah mengenai peristiwa itu seakan-akan dijaga
ketat dan baru akhir2 ini saja ada buku2 penuturan tentang korban dari kisah G
30 SPKI yang menjadi sudut pandang sebagai korban.
Penulis mencoba menelusuri jejak peristiwa kelam yang pernah
terjadi di pulau dewata itu.. ada beberapa hal yang membuat saya bergidik ngeri
ketika membaca buku ini.. ketika disini dijelaskan adanya pertentangan ideologi
politik antara PNI dan PKI yang sangat marak saat itu. soekarno yang mulai
condong ke arah kebijakan sosialis dan PKI dianggap berbahaya mulai ditumpas
dengan kejamnya di sini.
Cerita dimulai dari pada awal tahun 1950an, Golongan elite
di Bali di Bali menyalurkan kekuatan politiknya untuk mendukung PNI dan PSI..
pada tahun 1958 ketika Bali menjadi Provinsi jabatan Gubernur diduduki oleh I
Nyoman Mantik dimana yang seorang anggota PNI. PSI atau Partai Sosialis
Indonesia dibubarkan pada tahun 1959 harus dibubarkan karena konsekuensi adanya
pemberontakan2 di Sumatra dan Sulawesi.. akhir tahun 1950an situasi ekonomi di
Bali memburuk. Harga beras dan kebutuhan lainnya mencekik penduduk dan tahun
1963 Gunung Agung meletus. gunung meletus ini dianggap membawa petaka buruk
akan terjadi di Bumi Bali. anggota dan simpatisan PKI dikambing hitamkan
sebagai sumber masalah terjadinya kelaparan dan bencana karena itulah
pembantaian massal sah saja dilakukan untuk membasmi kesialan tersebut
banyak yang membuat bulu kuduk saya merinding ketika membaca
semakin dalam buku ini.. seperti yang diceritakan oleh Pak I Ngurah Suryawan..
hari-hari pembantaian massal PKI berpusat di Jembrana.. salah satunya ada yang
di sebut di Desa Tegalbadeng.. berikut penuturan survivor Bapak Ketut Reden
pada 12 Januari 2005
"Saya melihat sendiri pembunuhan2 berlangsung terus di
Jembrana, sampai di stop oleh tentara. Mayat2 yang bergelimpangan di jalan di
buang ke sungai oleh tentara. Waktu pembunuhan dilakukan sipil, saya dengar
satu orang mendapat jatah 10 orang untuk dibunuh. Saya lihat ada satu orang
yang membunuh dengan memejamkan mata karena harus menebas dengan pedang
saudaranya sendiri.." halaman 123
selain itu ada lokasi Pantai Candikusuma yang menjadi tempat
pembunuhan orang-orang PKI dan pembuangan Mayat dari pembantaian di Toko Wong
dan mertasari.. menurut kesaksian Pak Dewa Putu dulu para tentara menghujamkan
senjatanya untuk menewaskan beratus manusia Bali yang dianggap anggota dan
simpatisan PKI yang jatuh bertumbangan di bibir pantai.. dahulu jika air laut
surut banyak muncul tengkorak-tengkorak manusia yang berasal dari kejadian G
30SPKI dulu
Selain itu menurut penuturan Bapak Mangku Nata di balai Desa
Baluk itu pernah 300 orang tewas dibantai oleh milisi sipil dan tentara
"Tiang dulu ingat dan menyaksikan sendiri saat
menyeret-nyeret mayat2 yang harus dikubur di lubang2 sumur penduduk. Kepala
orang disandarkan dan dpegang, kemudian dipenggal dengan Klewang"..
halaman 139 *Fyi, Saat ini Baluk Rening menjadi salah satu objek wisata di Bali
*asli ini mistis
Kenapa hanya di Tegalbadeng di Jembrana yang terjadi
Pembunuhan massal? karena saat itu Basis PKI dengan massanya yang besar ada di
desa dan kabupaten ini sehingga penumpasan besar-besaran banyak dilakukan di
sini T.T
Salah satu lokasi lainnya yang dijadikan tempat pembantaian
PKI di Tegalbadeng adalah TOKO WONG. Menurut penuturan Bapak Ketut Reden dulu
rumahnya berdekatan dengan Toko wong. Ia tahu persis bagaimana toko itu dari
mulai pagi hingga dini hari sangat gaduh dengan suara jeritan manusia, deru
truk dan tembakan tang berulang-ulang. Ketut Reden memanjati pojon untuk
melihat dari atas bagaimana pembantaian dilakukan di toko tersebut..
"Ada satu ruangan di toko itu darahnya sampai menyentuh
tumit.. didalam toko tersebut ada banyak ruangan yang dulunga dipakai untuk
menyekap kurang lebih 200an anggota dan simpatisan PKI yang akan dibunuh. Satu
ruangan berjumlah 50an orang inilah yang ditembak, didrel oleh tentara hingga
darahnya mengucur dan dan mengenai seluruh ruangan.. tinggi darah dari
penembakan itulah mencapai seukuran tumit".. halaman 158
Masih ada lagi Desa Merta Sari yang menjadi saksi pembunuhan
berdarah ini dimana disamping dikubur di sumur2 penduduk, beberapa mayat korban
pembantaian dibuang ek Sungai Ijogading yang membelah kota Negara dan Desa
Loloan.. Di dusun Krajan, Desa Melaya Kabupaten Jembrana disebut sebagai tempat
"Lubang Buayanya Bali" tidak ada diorama atau monumen di tempat ini
hanya ada cerita bahwa tertanam 50 mayat manusia merah Bali.. Didepan ladang
ini ada juga rumah yang konon katanya angker
"Dulu ada orang menjerit-jerit di ladang ini. Ada juga
yang melihat sepeda berjalan sendiri. Tempat ini memang angker, ceritanya dulu
sumur ini tempat ditanamnya anggota PKI saat Gestok. Makanya sekarang ada
tempat pemujaan di sini.. Kadek Artana 2 April 2005" Halaman 209
saya sangat speechless membaca buku ini sampai akhir..
penulis berhasil membawa saya seperti saya berada di jaman ketika anggota PKI
dan simpatisannya diberantas habis dimana sejarah tersebut membuat hati saya
teriris. saya berikan buku ini 4,3 dari 5 bintang!
"Apapun cara untuk melenyapkan kuburan massal dan
sejarah pembantaian manusia, sejarah kekerasan politik hanya meninggalkan
tangis, penyesalan dan ingatan yang tidak mungkin terlupakan. Jejak2 ingatan
tidak akan pernah dihapus dengan kemegahan2 baru hotel2 dan bungalow ataupun
ritual2 dan perayaan. Ingatan dan jejak tetaplah sebuah bekas yang tidak akan
pernah hilang dalam kehidupan. Jika kita membayangkan bagaimana peristiwa
kekerasan itu terjadi di sebuah bangsa, kita akan tertegun dan tertunduk lesu,
manusia yang dikatakan beradab telah menunjukkan kebiadabannya - I Ngurah
Suryawan" Halaman 240
0 comments:
Post a Comment