Judul : Membela Martabat Diri dan Indonesia: Koperasi Restoran Indonesia di Paris
Nama Pengarang : J.J Kusni
Penerbit : Ombak
Halaman : 275 Halaman
Diterbitkan pada : Juni 2005
Format : Paperback
Mulai membaca : 05 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 4,5 / 5 stars!
Nama Pengarang : J.J Kusni
Penerbit : Ombak
Halaman : 275 Halaman
Diterbitkan pada : Juni 2005
Format : Paperback
Mulai membaca : 05 Juli 2014
Selesai Membaca : 06 Juli 2014
Rating : 4,5 / 5 stars!
Sinopsis:
Buku ini adalah sebuah kisah bagaimana para 'kelabayan'
mendirikan Koperasi Restoran Indonesia di Paris. Membela Martabat Diri dan
Indonesia merupakan pondasi-spirit utama pendirian Koperasi ini dengan ide
sebagai mediumnya.
Review :
Buku non fiksi ini menceritakan kisah orang-orang Indonesia
di Paris yang disebabkan karena persoalan politik tidak diperkenankan untuk
pulang Ke Indonesia. Kasarannya orang-orang yang menolak lahirnya pembentukan
orde Baru jaman Soeharto. Mereka akhirnya mencari suaka politik di negara
Menara EIffel tersebut.
Pada 14 Desember 1982, Orang-orang tersebut memutuskan untuk
membuka restoran Indonesia pertama dan satu-satunya di 12 Rue Vaugirard, 75006
Paris dengan bentuk badan hukum koperasi yang pengurusnya berisikan empat orang
perancis, empat orang Indonesia dan satu orang Malaysia. Buku ini berisi
tentang 22 buah surat dari JJ Kusni kepada Kang Saikul dan Kang luthfi yang
memuat tentang sepak terjang, suka duka membuka restoran indonesia ini..
Saya sangat kagum dengan usaha teman2 yang membuka usaha
restoran Indonesia ini.. Mulai dari susahnya mencari tempat lokasi yang
ternyata berhasil mendapat dari keluarga india yang membuka restoran Madras.
Pembagian shift dalam pengaturan ulang ruangan, permasalahan siapa yang menjadi
juru masak, ketika mendapat teror telepon bertubi-tubi, Selama setahun tidur
bersama di kursi dan meja restoran, kurangnya dukungan dari KBRI perancis saat
itu.. Banyak sekali permasalahan yang mereka hadapi namun berhasil survive
hingga saat ini..
ada beberapa kutipan di buku ini yang menggugah perasaan
saya..
Aku merasa restoran ini mempunyai misi kedutaan atau
perwakilan Indonesia di negeri di mana kami berada. aku sama sekali tidak
memikirkan bagaimana sikap pihak kekuasaan kepada kami, juga tidak menghiraukan
apakah kami anak bangsa yang dihalau dan terusir atau tidak. sebab kupikir
keindonesiaan anak negeri dan bangsa indonesia tidaklah menjadi monopoli
pemegang kekuasaan politik pada suatu saat. Indonesia adalah milik bersama dan
Tanah Air semua putra-putri Indonesia. Anak2 negeri dan bangsa boleh bersaing
memperlihatkan keindonesiaan dan kecintaan mereka kepada bangsa dan Tanah Air,
bukan bersaing untuk saling menghujat, membenci, mengusir, dan membunuh atau
merebut monopoli menguasai Indonesia. inilah yang kusebut konsep Indonesianisme
dan bukan Indonesiasisasi.. Halaman 40
Jika negeri ini memang demokratis dan tahu arti toleransi
serta Bhinneka Tunggal Ika? Indonesia bukan monopoli suatu aliran, partai atau
kelompok manapun! aku lagi-lagi jadi teringat akan nasehat almarhum
Ayahku..belajarlah jadi dewasa nak! agaknya indonesia sulit dan belum jadi
dewasa. Padahal Indonesia adalah suatu konsep agung dan mengandung nilai
universal dilihat dari usaha bersatu dalam keragaman.. halaman 43
"Ya, Indonesia, kata ini selalu memberiku motivasi dan
tenaga cinta kepada tanah air, kepada mimpi adalah sumber kekuatan. Lalu jika
demikian apakah cinta Indonesia adalah suatu monopoli kekuasaan atau
orang-orang di atas angin? mengapa anak Indonesia dilarang mencintai indonesia?
pertanyaan ini aku alamatkan kepada pihak kekuasaan dan kepada semua yang
merasa diri Indonesia dan punya keindonesiaan. Bagiku penindasan, kungkungan
dan segala ancaman tidak mengharuskan aku turut menghancurkan tanah air dan
bangsa, tapi menjadi tantangan untuk kian mencintai dan membelanya.."
halaman 94
Di restoran Indonesia juga banyak kesan-kesan pengunjung
yang rata-rata sastrawan dan tokoh2 Indonesia yang terkenal di saat itu :
"Saya datang, saya lihat, saya makan.. oleh WS Rendra
(halaman 175)
"senang makan disini, bebas merokok, hidangan mantap
dan suasana ramah. Bahwa restoran ini diselenggarakan oleh orang-orang
Indonesia pelariah menterjemahkan kenyataan bahwa masih ada orang Indonesia
yang bisa bertahan di luar negeri dengan mandir suatu contoh untuk orang2
indonesia lainnya.. Bahwa orang2 penting menjadi langganan restoran ini tak
lain dari penghargaan terhadap usaha yang ulet dan pendekatan manusiawi antara
sesama.. oleh Pramoedya Ananta Toer (halaman 177)
"Rasanya tidak seperti di paris, seperti dirumah
sendiri oleh Ny. S Nuriah Abdurrahman Wahid (Halaman 178)
"Terima kasih atas kontribusi konkret dalam
memperkenalkan Indonesia di Paris. Restoran Indonesia benar-benar DUTA BANGSA
oleh Ibu Yuli Mumpuni, Atase Pers KBRI Paris (halaman 179) *ada nama bosnya ibu
sayaa weww =___=a
Saya sampai bingung ingin mereview apa lagi.. buku ini
baguss dan paket komplit buat saya.. oh iya.. tampaknya Leila S Chudori
terinspirasi novel Pulangnya sama buku ini kali ya.. sama2 ceritanya tentang
orang eks-tapol yang membuka restoran indonesia di paris.. cuma bedanya yang
"PULANG" kan fiksi.. klo buku ini non fiksi.. didalamnya ada
foto-foto dokumentasinya loh mulai pengurus koperasinya siapa aja, foto makanan
yang dijual hingga menu-menunya.. buku ini saya berikan 4,5 dari 5 bintang!
*___*
0 comments:
Post a Comment