Judul : Suara Perempuan Korban Tragedi '65
Nama Pengarang : Ita F. Nadia
Penerbit : Galang Press
Halaman : 188 Halaman
Diterbitkan pada : 2007
Format : Paperback
Mulai Membaca : 07 September 2014
Selesai Membaca : 07 september 2014
Rating : 3,8 / 5 stars!
Nama Pengarang : Ita F. Nadia
Penerbit : Galang Press
Halaman : 188 Halaman
Diterbitkan pada : 2007
Format : Paperback
Mulai Membaca : 07 September 2014
Selesai Membaca : 07 september 2014
Rating : 3,8 / 5 stars!
Sinopsis :
Pembantaian dan pemenjaraan massal yang terjadi pasca
peristiwa G 30 S 1965 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Saat itu,
banjir darah terjadi antara pekan ketiga bulan Oktober hingga Desember 1965..
Setengah juta rakyat dibunuh tanpa melalui proses pengadilan. Tidak hanya itu!
Ratusan ribu orang dipenjara tanpa proses hukum. Teror dilakukan melalui mitos
"Gestok", "PKI" dan "Gerwani". Korban dan anggota
korban harus hidup dalam ketakutan dan kebisuan. Buku ini merupakan jalan di mana
ketakutan dan kebisuan tersebut mesti dikubur. Ita F. Nadia dengan metode oral
history dalam buku ini berhasil memberikan ruang kepada ibu-ibu yang disiksa
dan diperkosa dengan sadis oleh oknum militer-dituduh terlibat dalam G 30 S
karena aktivis Gerwani, BTI dan istri aktivis PKI-untuk bertutur tentang apa
yang mereka alami. Kisah tutur ibu-ibu korban tragedi 1965 dalam buku ini bukan
sekadar untuk dimaknai dalam konteks pengalaman korban. Lebih dari itu, untuk
memulihkan martabat kemanusiaan mereka dan mengakhiri kekerasan dan diskriminasi
di negeri ini. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Yanti-penjual Sayur dan buah
yang ditangkap setelah tragedi '65 dengan tuduhan terlibat menyiksa para
jenderal-lewat buku ini mereka ingin mengatakan bahwa mereka bukan pembunuh
para jenderal, apalagi menyayat-nyayat penis para jenderal. Suara ibu-ibu yang
terekam dalam buku ini menjadi pelatuk di mana "politik pembisuan"
sudah harus diakhiri dan martabat mereka sebagai manusia segera dikembalikan.
"Saya tidak ingat lagi, betapa sering saya harus melayani serdadu-serdadu
itu. Apalagi wajah-wajah mereka, sulit saya mengingatnya saking terlalu sering
dan terlalu banyaknya serdadu-serdadu pemerkosa itu." Ibu sudarsi, aktivis
mahasiswa 1965 (penerjemah) "...mereka segera menggali lubang selebar sumur.
Kemudian saya mereka tanam berdiri setinggi leher di dalam lubang. Sebelum
meninggalkan saya sendirian di hutan. Mereka mengencingi saya. Ibu suparti,
aktivis BTI pelayan gereja
Review :
Buku ini seperti kepingan puzzle mengenai korban-korban
tragedi 65 yang selama ini ditutupi oleh pemerintah. Buku ini seperti
melengkapi kisah wanita-wanita yang menjadi korban kekejaman tentara Indonesia
yang dicap sebagai simpatisan PKI/Gerwani. Jika tertarik untuk membaca kisah
yang lebih detail bisa membaca buku Gerwani : Kisah Tapol Wanita di Kamp
Plantungan
Buku ini berisikan kisah pengalaman dari 10 wanita yang
menjadi korban keganasan tahun 1965. Saya akan menceritakan beberapa kisah
wanita tersebut
1. Ibu Rusminah
Ibu Rusminah menjadi korban karena menikah dengan Sutarto
yang merupakan anggota PKI. Hingga suatu saat rumah mereka digeledah dan
dibakar oleh tentara2. Ibu Rusmninah dipaksa melayani seks laki-laki yang
menjaga tahanannya silih berganti. Suatu Saat dia bertemu dengan Akhmad Sujari
yang membangkitkan harapannya namun apa daya Ibu Rusminah hanya menjadi budak
seks hingga melahirkan dua anak (Nurdin dan Susi). Di masa tuanya beliau
kembali hidup menyendiri ke desa Gurah..
2. Ibu Partini
Ibu Partini adalah salah seorang anggota GERWANI yang
berusia 15 tahun di tahun 1949. Ia bergabung dengan organisasi wanita tersebut
dengan harapan bisa mendapatkan pengajaran keterampilan tentang jahit-menjahit
dan mendapat keterampilan lainnya. Beliau menikah di usia 30 tahun dan masih
ingat di dalam ingatannya ketika setelah dua hari melahirkan di Rumah Sakit
Bersalin di Solo lima orang tentara menyerbu masuk ke kamarnya. Mereka
melemparkan Ibu Partini ke dalam truk dan ia dituduh membunuh jenderal2.
Penyiksaan Ibu Partini sangat terlihat jelas didalam kutipan beliau
"Di tengah sepi malam tiba-tiba saya terbangun.
Seketika saya menjadi sadar! Ternyata saya sudah dalam telanjang bulat. Seorang
laki-laki tinggi besar sudah menindih tubuh saya, dan dengan liar ia memerkosa
saya. Saya merasa kesakitan luar biasa. Darah segar kembali mengalir dari
vagina. Setelah merasa puas ditinggalkannya saya terkapar tanpa daya di tempat
tidur. Belum sempat saya mengatur nafas, sudah datang lagi seorang laki-laki
lain. Ia bertubuh kecil dan tinggi. Ia memerkosa saya dengan amat kasar, Tidak
peduli pada darah yang terus mengalir. Saya tidak sadar lagi, apa yang terjadi pada saya sesudah laki-laki yang ketiga, seorang yang berperawakan pendek dan
gemuk. Dengan berat tubuhnya ia menindis dan menindis tubuh saya, sambil
menggigit-gigit payudara saya yang bengkak. Saya pingsan.. Halaman 62-63
3. Ibu Yanti
Ibu Yanti ditangkap saat berusia 14 tahun dan masih
bersekolah di SMP. Diluar sekolah ia bergabung dengan ormas pemuda yaitu Pemuda
Rakyat. Ibu yanti ditangkap dan disiksa dengan tidak berkeperikemanusiaan
sebagaimana yang dinyatakan oleh beliau
"Beberapa kawan disetrum bersama-sama sekaligus.
jari-jari atau puting payudara diikat dengan kabel pengantar listrik
sambung-menyambung dan ujung kabel itu dihubungkan dengan sebuah generator.
Lalu seorang penyiksa memutar generator, untuk membangkitkan dan mengalirkan
arus listrik.. Halaman 77-78
Banyak kisah-kisah pengakuan yang dibungkam oleh
wanita-wanita yang pernah merasakan kekerasan dari tentara di tahun 1965 dan
penderitaan meskipun era tahun 1965 sudah lewat dan harus menjalani kehidupan
sebagai eks tapol. Saya baca lebih lanjut tidak banyak juga wanita yang trauma
akan kekerasan seksual yang pernah mereka terima di masa lalu sehingga lebih
nyaman berhubungan dengan wanita/memilih hidup menjadi lesbian karena jijik
disentuh oleh laki-laki.
Buku ini bagus saya berikan 3,8 dari 5 bintang untuk buku
ini!
0 comments:
Post a Comment